PENDAHULUAN
Kurikulum 2013
sering disebut dengan kurikulum berbasis karakter, kurikulum ini merupakan
kurikulum baru yang dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia. Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan
pada pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter, dimana siswa dituntut untuk
paham atas materi, aktif dalam proses berdiskusi dan presentasi serta memiliki
sopan santun dan sikap disiplin yang tinggi. Kurikulum 2013 secara resmi
menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang sudah diterapkan sejak
2006 lalu. Setelah diberlakukannya kurikulum 2013 diharapkan mampu menghasilkan
insan yang produktif, kreatif, inovatif, dan efektif. Sehingga dalam proses
pembelajaran, guru dituntut untuk memberikan inovasi baru dan merancang
kegiatan pembelajaran sebaik mungkin serta guru harus pandai dalam memilih
metode atau model yang sesuai dengan materi serta didukung oleh media
pembelajaran yang menarik agar tercapainya tujuan pembelajaran.
Dalam proses
pembelajaran harus memiliki model yang cocok dengan tema yang diajarkan, dan
memiliki kesesuaian antara siswa dan suasana belajar, akan tetapi
harapan-harapan itu tidak selalu dapat terwujud, banyak siswa yang kurang
memahami penjelasan guru dan kurang termotivasi untuk belajar. Dari kurangnya
motivasi belajar siswa, maka hasil belajar siswa menjadi rendah. Semua ini
menunjukkan bahwa guru harus selalu mengadakan perbaikan secara terus menerus,
agar masalah-masalah kesulitan belajar siswa dapat diatasi, sehingga hasil
belajar siswa mencapai tujuan yang diharapkan. Banyak faktor yang menyebabkan
siswa kurang mampu memahami pembelajaran tematik diantaranya guru yang masih
menerapkan pembelajaran konvensional, kurangnya pembelajaran praktik, kegiatan
pembelajaran yang diberikan guru masih secara klasikal yang menyebabkan siswa
menjadi bosan dan kurang termotivasi.
Berdasarkan
hasil pengamatan di sekolah X yang dilakukan pada bulan Agustus 2017, motivasi
belajar siswa kelas IV terhadap pembelajaran masih kurang. Banyak siswa yang
kurang memperhatikan penjelasan guru
saat mengajar. Terlebih jika materi yang diajarkan dianggap sulit oleh siswa,
mereka akan sibuk bermain sendiri maupun mengobrol dengan teman yang lain.
Berdasarkan data hasil wawancara guru kelas IV, kendala yang dihadapi saat
kegiatan pembelajaran di kelas antara lain guru kurang menguasai IT, sehingga
guru mengalami kesulitan untuk menjelaskan gambar secara rinci, selain itu guru
yang terbiasa mengajar secara terpisah antar mapel, terbatasnya sumber belajar
dan sarana prasarana serta kemampuan berpikir anak yang masih terbawa di kelas
rendah, karena kelas IV merupakan kelas peralihan dari kelas rendah ke kelas
tinggi, sehingga anak belum mampu berpikir abstrak.
Berdasarkan
permasalahan di atas, guru harus mampu memilih dan merancang model pembelajaran
yang bermakna bagi siswa yaitu guru harus kreatif dalam mendesain model
pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat berpartisipasi, aktif, dan kreatif
terhadap pembelajaran. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat
digunakan adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Menurut
Nurulhayati (dalam Rusman 2014: 43)
model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa
dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Model pembelajaran
kooperatif yaitu siswa belajar dan bekerja sama dengan anggota lainnya, siswa
memiliki dua tanggung jawab yaitu belajar untuk diri sendiri dan membantu
anggota kelompok untuk belajar. Hal ini tergambar bahwa dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa dibutuhkan dalam
kelompoknya untuk menyelesaikan masalah. Model pembelajaran kooperatif Scramble
Rober B. Taylor (dalam Huda 2013:303-306), scramble merupakan salah satu metode
pembelajaran yang dapat meningkatkan konsentrasi dan kecepatan berpikir siswa.
Metode ini mengharuskan siswa untuk menggabungkan otak kanan dan otak kiri.
Dengan metode ini, mereka tidak hanya diminta untuk menjawab soal, tetapi juga
menerka dengan cepat jawaban soal yang sudah tersedia namun masih dalam kondisi
acak. Skor siswa ditentukan oleh seberapa banyak soal yang benar dan seberapa
cepat soal-soal tersebut dikerjakan. Selain menggunakan model scramble, juga
disajikan media pembelajaran. Hamalik dalam Arsyad (2009: 15) mengemukakan
bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan
minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan
bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Media puzzle termasuk
salah satu alat permainan edukatif yang dirancang untuk mengembangkan kemampuan
anak belajar sejumlah ketrampilan. Media puzzle digunakan untuk menunjang model
pembelajaran scramble. Dalam permainan puzzle disini siswa akan merangkai
puzzle yang masih acak-acakan dimana jawaban dari soal yang disediakan guru
terdapat dalam puzzle tersebut, sehingga siswa akan bekerja sama dengan
kelompoknya untuk memecahkan masalah tersebut. Materi yang digunakan disini
yaitu pada tema 6 cita-citaku, subtema 1 Aku dan Cita-Citaku, Pembelajaran 1,
yang fokus materinya pada metamorfosis sempurna dan tak sempurna.
Berdasarkan uraian
di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian
kuantitatif eksperimen dengan judul “Pengaruh Model Scramble Berbantu Media Puzzle
Tema Cita-Citaku Terhadap Motivasi Belajar Siswa Kelas IV SDN X”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar